Rp10 Triliun di BSI Aceh: Kesempatan Emas atau Dana Mengendap?


BANDA ACEH – Selasa 16 September 2025, Pemerintah menyalurkan Rp10 triliun melalui Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh. Dana ini bagian dari total Rp200 triliun ke bank-bank BUMN, dengan BSI dipilih karena aksesnya ke wilayah yang menerapkan sistem keuangan syariah penuh, ditempatkan dalam Deposito On Call dengan imbal hasil sekitar 4% per tahun.

Namun, mantan aktivis GAM sekaligus pengamat sosial-ekonomi Aceh, Tarmizi Age, mengingatkan risiko dana ini tidak tersalur secara optimal. Menurut Tarmizi, BSI di Aceh masih memiliki keterbatasan cabang, prosedur kredit rumit, edukasi keuangan syariah minim, dan layanan lambat.

Akibatnya, pelaku UMKM di seluruh Aceh—mulai dari pertanian, perikanan, industri kreatif, hingga perdagangan mikro—masih kesulitan mengakses modal meski dana sudah tersedia. “Rp10 triliun bukan sekadar angka di laporan keuangan. Jika prosedur tetap rumit dan cabang terbatas, dana ini hanya tersimpan di bank,” tegas Tarmizi.

Tarmizi menekankan pentingnya transparansi BSI dalam mempublikasikan alokasi dana, termasuk sektor dan jumlah pembiayaan yang diterima UMKM. Tanpa keterbukaan informasi, masyarakat tidak bisa menilai apakah dana pemerintah benar-benar memberi dampak nyata bagi ekonomi Aceh.

Jika BSI segera memperbaiki jaringan, prosedur, edukasi, dan transparansi, dana Rp10 triliun berpotensi menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi Aceh yang merata. Tanpa langkah nyata, risiko dana mengendap tetap mengancam peluang pembangunan ekonomi daerah ini, tutup Tarmizi Age.